Hariandetik.online, | Jakarta
Persoalan konflik lahan kebun kelapa sawit seluas 2.500 hektar di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir yang diangkat oleh kelompok masyarakat yang terdiri dari 1.250 Kepala Keluarga (KK) kian menemui titik terang.
Sebab, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia melalui Direktorat Penangan Konflik Lahan pada Kamis (16/5/2024) menggelar pertemuan dengan semua pihak terkait dalam persoalan ini di Hotel Salak Bogor, Jawa Barat.
Pihak masyarakat yang hadir diwakili oleh Ketum Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) Riau, Muhammad Ridwan dan Sekjen KPPR, Muhammad Sanusi.
Sekjen KPPR Muhammad Sanusi mengatakan, meski turut diundang, perwakilan Pemkab Kampar tidak satupun yang hadir dalam pertemuan itu.
Sanusi menyayangkan ketidakhadiran perwakilan Pemkab Kampar dalam penyelesaian konflik yang difasilitasi oleh KLHK tersebut. "Hal itu lah yang sangat kita sayangkan, mengapa pihak dari Pemkab Kampar tak satupun yang hadir," ujar Muhammad Sanusi, Senin (20/5/2024).
Meski perwakilan Pemkab Kampar tak satupun yang mau hadir, Sanusi mengungkapkan, pihaknya sangat optimis bahwa perjuangan ini akan berakhir gembira bagi masyarakat. Sebab dari pertemuan di Bogor itu, sebutnya, sudah terlihat bahwa pihak Kementerian LHK serius ingin menuntaskan persoalan ini berdasarkan ketentuan yang berlaku serta berdasarkan dokumen yang menjadi landasan yang diajukan oleh masyarakat bersama KPPR Riau.
Kata Sanusi, berdasarkan hasil pertemuan di Bogor terbaru, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan datang meninjau langsung lahan 2.500 di Kota Garo dalam waktu dekat ini. Dengan begitu, tuturnya, maka akan terungkap lah siapa pihak-pihak yang menguasai lahan 2.500 tersebut saat ini.
"Direktur Penanganan Konflik KLHK bersama tim akan datang ke Kampar. Mereka akan mengunjungi langsung lahan 2.500 yang berada di Desa Kota Garo pada awal Juni 2024 ini," beber Sanusi.
Masyarakat katanya, menyambut penuh gembira hasil pertemuan pertemuan di Bogor tersebut. Masyarakat nantinya, akan berkumpul untuk ikut mengawal proses kunjungan le lokasi oleh pihak Kementerian LHK tersebut.
Sanusi menambahkan, perwakilan Menteri KLHK yang memimpin pertemuan di Bogor itu adalah Direktur Penanganan Konflik Ir Muhammad Said, M.M bersama anggota lainnya. Sedangkan dari Dinas LHK Provinsi Riau diwakili oleh Agus selaku Kepala Seksi Penegakan Hukum (Gakkum).
Sanusi menyebutkan, daftar Pejabat yang Diundang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dalam pertemuan di Bogor sebagai berikut :
1. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau
2. Kepala Biro Hukum, Setjen LHK
3. Sekretaris Direktur Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Ditjen PKTL.
4. Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen Gakkum.
5. Sekretariat Daerah Kabupaten Kampar.
6. Tenaga Ahli Ditjen PSKL Bidang Hukum.
7. Kepala Perencanaan, Evaluasi, Hukum dan Kerjasama Teknik Setditjen PSKL.
8. Kepala BPKHTL XIX Pekanbaru.
9. Kepala Balai PSKL Wilayah Sumatera.
10. Kepala Seksi BPSKL Wilayah II Pekanbaru.
11. Kepala Sub Direktorat Penangan Konflik Tenurial Kawasan Hutan.
12. Kepala Sub Direktorat Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak.
13. Kasubag TU Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat.
14. Pejabat Fungsional Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat.
15. Ketua Umum Gerlamata Riau.
16. Staf Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat.
Sebelumnya, aktivis yang tergabung dalam Gerakan Lawan Mafia Tanah bersama masyarakat sudah hampir setahun belakangan ini berjuang untuk merebut kembali lahan seluas 2.500 berdasarkan SK Bupati Kampar Tahun 1996. Mereka menuntut agar lahan seluas 2.500 Ha tersebut dapat dikembalikan kepada 1.250 KK yang berhak.
Sebagai informasi, KPPR telah membeberkan, sesuai peruntukan lahan seluas 2.500 berdasarkan Surat Bupati Kampar No 520/EK/VI/96/2250 tanggal Juni 1996 kepada Camat Tapung dan Camat Siak Hulu yang menyampaikan bahwa pada prinsipnya mendukung dan menyetujui terhadap permohonan kelompok tani seluas 2.500 ha untuk 25 kelompok tani yang terdiri dari 1.250 KK.**
Editor : Pajar Saragih / Redaksi.
Sumber : Sanusi