Hariandetik.online, | NTT,
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) terus memperkuat komitmennya dalam menerapkan keadilan restoratif demi menciptakan keadilan yang lebih humanis dan inklusif.
Pada Senin, 4 November 2024, di Ruang Rapat Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, telah dilaksanakan ekspose virtual terkait permohonan penghentian penuntutan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Manggarai Barat untuk kasus yang melibatkan terdakwa Saverinus Suryanto alias Rio.
Ia dituduh melanggar Pasal 45 Ayat (3) Jo Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan saksi korban Edistasius Endi, Bupati Manggarai Barat.
Ekspose ini dilaksanakan pada pukul 07.45–08.30 WITA oleh Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Sarta, SH. MH., dipimpin langsung oleh Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., dan dihadiri secara virtual oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Ikhwan Nul Hakim, S.H., Koordinator pada Kejaksaan Tinggi NTT, Arwin Adinata, S.H., M.H., beserta jajaran kepala seksi, jaksa fungsional, dan Kasi Penerangan Hukum Kejati NTT.
Kasus ini bermula pada 9 Mei 2023, ketika terdakwa Saverinus Suryanto alias Rio menggunakan media sosial Facebook dengan akun bernama “Rio Suryant.” Di akun tersebut, terdakwa mengunggah tiga foto yang mengandung penghinaan terhadap saksi korban, Edistasius Endi, yang merupakan Bupati Manggarai Barat.
Foto-foto tersebut, yang diposting dari sebuah perangkat ponsel merk Infinix berwarna biru, dapat diakses oleh masyarakat umum dan dinilai mencemarkan nama baik korban baik secara pribadi maupun jabatan.
Penyerahan perkara kepada kejaksaan (Tahap II) telah dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober 2024 yang kemudian dilanjutkan dengan perdamaian antara terdakwa dengan saksi korban pada tanggal 29 Oktober 2024 dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat Bernadus Sandur dan tokoh agama Hironimus Aron.
Perdamaian ini menjadi dasar bagi Kejaksaan Negeri Manggarai Barat untuk mengajukan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif, karena perkara ini memenuhi syarat formal dan material yang berlaku.
Dalam ekspose ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur Orang dan Harta Benda menimbang sejumlah aspek dalam memberikan persetujuan penghentian penuntutan, antara lain:
Terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, menunjukkan bahwa ada peluang besar untuk rehabilitasi dan integrasi kembali dalam masyarakat.
Tindak pidana yang didakwakan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara dengan durasi di bawah lima tahun, sehingga sesuai dengan kriteria keadilan restoratif.
Telah dilakukan pemulihan terhadap situasi awal atau normal akibat tindakan terdakwa.
Adanya kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 29 Oktober 2024, di mana hubungan baik antara terdakwa dan saksi korban telah diperbaiki yang semakin menegaskan komitmen untuk penyelesaian damai.
Sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT akan mengirimkan surat persetujuan penghentian penuntutan melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) untuk mengesahkan penghentian perkara ini.
Dengan disetujuinya penghentian penuntutan ini, kasus Saverinus Suryanto menjadi kasus ke-40 yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif di wilayah NTT untuk tahun 2perka
Pencapaian ini menggambarkan keseriusan Kejati NTT dalam mewujudkan sistem peradilan yang mengedepankan prinsip pemulihan dan bukan sekadar hukuman, dengan harapan mendorong terciptanya harmoni di tengah masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Melalui penerapan keadilan restoratif, Kejati NTT berupaya memberikan solusi yang lebih berfokus pada kemanusiaan, penyelesaian damai, dan inklusivitas, sehingga masyarakat merasa mendapatkan keadilan yang menyeluruh. Pendekatan ini juga menjadi bagian dari usaha Kejati NTT untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menjadikan keadilan yang berintegritas sebagai fondasi bagi masa depan hukum di Indonesia.
Kejati NTT menegaskan akan terus menerapkan pendekatan keadilan restoratif secara selektif untuk kasus-kasus yang memenuhi syarat, sebagai wujud nyata dari dedikasi dan komitmen Kejaksaan dalam memberikan pelayanan hukum yang lebih dekat dan adil bagi masyarakat.**(Marcolino Nahak).