Hariandetik.online, | NTT,
Penyakit tidak menular (PTM) bertanggungjawab terhadap sedikitnya 70% kematian di seluruh dunia (WHO, 2023). Meskipun tidak dapat ditularkan, lemahnya pengendalian faktor risiko dapat berpengaruh terhadap peningkatan kasus atau kematiaan akibat PTM setiap tahunya.
Tingginya kejadian PTM menimbulkan permasalah yang kompleks dan beban pembiayaan yang besar bagi penderita, keluarga dan negara sehingga membutuhkan penguatan kebijakan yang tepat dan efektif tanpa harus mengesampingkan kebijakan kebijakan yang sudah ada saat ini. Masih tingginya kasus dan kematian akibat PTM menunjukkan kebijakan pengendalian PTM yang dilakukan pemerintah saat ini masih perlu untuk ditingkatkan, khususnya bagi masyarakat dengan faktor resiko PTM.
Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indoensia nomor 71 tahun 2015 tentang penanggulangan penyakit tidak menular menyebutkan pencegahan dititik beratkan pada pengendalian faktor risiko PTM yang dapat diubah yang berkaitan dengan perilaku masyarakat seperti deteksi dini, rokok, diet, aktivitas fisik dan pengelolaan stress.
Hasil Survei Kesehatan Indonseia (SKI) tahun 2023 menunjukkan 22,46% merokok pada penduduk umur ≥10 tahun dalam 1 bulan terakhir, 37,4% kurang aktifitas fisik atau olah raga pada penduduk umur ≥10 tahun, 33,7 diet tidak sehat (konsumsi makanan manis) pada penduduk umur >3 tahun dan 35,8% tidak melakukan cek tekanan darah pada penduduk ≥15 Tahun.
Belum maksimalnya upaya pengendalian faktor resiko penyakit tidak menular tersebut diakibatkan oleh masih rendahnya pengetahuan, kemauan dan keamampuan masyarakat untuk melaksanakan upaya-upaya pengendalian faktor resiko PTM yang sudah menjadi kebijakan Nasional. Kebijakan pengendalian PTM saat ini masih bersifat persuasif yakni tindakan pengendalian yang dilakukan dengan pendekatan secara damai tanpa paksaan atau tekanan.
Bentuk pengendalian ini, seperti ajakan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk hidup sehat seperti instruksi Presiden No 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan perilaku CERDIK (C = Cek kesehatan secara berkala , E = Enyahkan asap rokok, R = Rajin aktivitas fisik, D = Diet sehat dengan kalori seimbang, I = Istirahat cukup dan K = Kelola stres).
Kebijakan pengendalian tersebut belum mampu mempengaruhi pengetahuuan dan kemauan dan kemampuan masyarakat secara signifikan, sehingga hemat penulis dibutuhkan kebijakan pengendalian yang bersifat koersif atau kebijakan pengendalian dengan menggunakan sedikit tekanan atau paksaan. Pengendalian koersif umumnya dapat, tetapi tidak harus, menggunakan kekerasan fisik karena dapat menyebabkan reaksi keras dari masyarakat dan cenderung berdampak secara tidak proporsional pada masyarakat.
Kebijakan pengendalian koersif untuk memastikan setiap individu, komunitas, dan lembaga mematuhi langkah-langkah yang dirancang untuk mencegah terjadinya sebuah penyakit sebagaimana pengendalian koersif pada masa pengendalian pandemi Covid 19. Adanya kebijakan pengendalian koersif yang berjalan disiplin terbukti sukses mengatur hidup masyarakat lebih baik seperti halnya masyarakat di Negara-negara maju. Singapura menjadi contoh terbaik suksesnya implementasi kebijakan koersif pada banyak aspek kehidupan masyarakatnya termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kebijakan koersif seperti itu memiliki potensi yang besar untuk dilaksanakan di Indonesia, mengingat tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia berubah menjadi lebih baik ketika berada di admnistrasi negara dengan kebijakan koersif dan dilaksanakan dengan kedisiplinan yang baik.
Pengendalian koersif bermakna adanya kebijakan yang membangun sistem pengawasan terhadap perilaku masyarakat, tidak sebatas mendidik, atau mengajak tetapi bahkan memberi tekanan atau memaksa masyarakat dengan berbagai aturan dan sanksi-sanksi yang tidak bertentangan dengan hak warga negara atau hak asasi manusia.
Kebijakan pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) yang bersifat koersif dapat berupa pengawasan terhadap pelaksanaan perilaku CERDIK pada masyarakat yang memiliki faktor resiko PTM yang merupakan hasil dari deteksi dini menggunakan aplikasi Sehat Indonesiaku atau ASIK PTM yang diluncurkan Kementerian Kesehatan. Hasil deteksi dini tersebut dapat dijadikan dasar pemetaan individu atau kelompok masyarakat sasaran kebijakan koersif dalam bentuk pengawasan pelaksanaan perilaku CERDIK. Hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti dalam bentuk pemberian reward dan sanksi atau hukuman terhadap pelaksanaan atau ketidaklaksanaan perilaku CERDIK yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan pengendalian koersif termasuk pengendalian resmi, artinya pengendalian yang dilakukan oleh aparat atau lembaga resmi negara, seperti tenaga kesehatan, TNI/POLRI, satpol PP dan perangkat pemerintah lainnya untuk mengawasi kedisiplinan masyarakat dengan resiko PTM melaksanakan perilaku CERDIK.
Pengendalian koersif membutuhkan regulasi yang jelas dan mengikat terkait kriteria pengawasan, reward dan sanksi atau ketentuan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan perilaku CERDIK. Pengendalian koersif terhadap pelaksanaan perilaku CERDIK dapat berdampak jangka panjang terhadap perubahan gaya hidup masyarakat ke arah yang lebih sehat sehingga menjadi sebuah solusi pengendalian kasus Penyakit Tidak Menular.
Referensi
1. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Inpres- Nomor-1-Tahun-2017-tentang-Gerakan-Masyarakat-Hidup-Sehat_674.pdf
2. Kemenkes RI (2015) ‘Peraturan Menteri Kesehatan RI No 71 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular’, (1775), p. 32. Available at: https://p2ptm.kemkes.go.id
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023) Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023 Dalam Angka, BKPK. Jakarta. Available at: https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/hasil-ski- 2023/.
4. Pratasik, J.Y., Pertiwi, J.M. and Nelwan, J.E. (2024) ‘Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular.’, 5(September), pp. 5895– 5905. Available at: https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jkt/article/view/18164/21290.
5. (WHO),(2023, September 19). First WHO report details devastating impact of hypertension and ways to stop it. Retrieved from https://www.who.int/news/item/19-09-2023-first-who-report- details- devastating-impact-of-hypertension-and-ways-to-stop-it.
OPINI Oleh ; rwan Budiana
(Dosen Prodi Keperawatan Ende Poltekkes Kemenkes Kupang)