Hariandetik.online, | NTT,
Perubahan tarif dan pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor ( BBNKB) serta penyesuaian pajak pertambahan nilai atau PPN direncanakan akan diberlakukan paling lambat 5 Januari tahun 2025.
Tarif PKB dari 1,5 persen menjadi 1,2 persen dan tarif BBNKB dari 15 persen menjadi 12 persen, serta denda keterlambatan yang semula 2 persen turun menjadi 1 persen.
Pernyataan ini disampaikan Plt. Kaban Pendapatan Daerah Provinsi NTT, Drs.Dominikus Dore Payong, dalam jumpa pers, di kantor Gubernur NTT, Selasa 10/12/24.
Tarif PKB yang semula 1 juta atau sama dengan 1,5 persen menjadi 900 ribu lebih atau sama 12 persen, lalu ditambahkan dengan Opsen 66 persen, jadi kurang lebih sebesar 1,5 juta.
Jadi, peningkatan biaya kendaraan bermotor sesuai amanat UU sebelumnya dan Perda yang baru.
Kesepakatan tersebut diambil untuk mendorong partisipasi aktif dari pemerintah kabupaten/kota dalam pemungutan pajak dan membiayai sendiri kegiatan tilang gabungan.
Dasar penetapan tarif ini berdasarkan pada UU Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah atau HKPP kemudian turunan pada PP 35 tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak dan retribusi pajak daerah di semua tingkat daerah untuk dijabarkan dalam Perda masing-masing.
Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat dalam rangka percepatan penerimaan pajak Pemda dan kabupaten/kota dalam memperkuat struktur keuangan daerah maka mulai 5 Januari 2025 hak kabupaten opsen pajak kendaraan bermotor dan opsen bea balik nama kendaraan diberlakukan sebesar 66 persen.
“Tugas bapenda NTT sekarang adalah menyiapkan langkah strategis pemberlakuan opsen ini. Kita sudah melakukan rapat bersama kepala bappeda kabupaten/kota. Selama ini pola bagi hasil pemda kabupaten/kota.”tandasnya.
Tambahnya, Perda Nomor 2 Tahun 2010 dan Perda Nomor 1 Tahun 2020 untuk tarif bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) pertama bagi roda empat sebesar 15 persen, sedangkan roda enam 14 persen. Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024, BBNKB pertama turun menjadi 12 persen.
Opsen ini dulu dikenal sebagai bagi hasil pajak. Jadi aturan sebelumnya misalnya seorang wajib pajak membayar pajak kendaraannya Rp 1 juta, maka 70 persen itu menjadi hak Pemprov NTT.
“30 persen adalah hak pemerintah kabupaten. Namun dalam Perda baru yang dibuat, pola bagi hasil itu tidak berlaku lagi," ungkap Dominikus.
Sejak 5 Januari 2025, hak pemerintah kota/kabupaten adalah opsen PKB dan opsen BBNKB sebesar 66 persen.
Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, Jupiter Heidelberg Siburian, menambahkan ada barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN ,meliputi kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan telur. penyesuaian tarif tersebut tidak berpengaruh terhadap masyarakat kelas bawah.
"Kami berharap penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen dapat dipahami secara baik oleh seluruh masyarakat NTT," jelasnya.
Menurutnya, Penyesuaian tarif PPN ini dilakukan dengan pertimbangan matang untuk mendukung perekonomian dan melindungi masyarakat.
Penyesuaian tarif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat basis penerimaan pajak tanpa mengabaikan perlindungan terhadap kelompok rentan. (MN)