Hariandetik.online, | NTT,
Tuberkulosis (TB) paru tetap menjadi masalah kesehatan yang signifikan di Kabupaten Sumba Timur, khususnya di Kecamatan Pandawai, dengan peningkatan kasus baru yang mencemaskan.
Pada tahun 2023, tercatat 100 kasus baru TB paru, yang menyebabkan total kasus meningkat menjadi 445 dari sebelumnya 222 kasus pada tahun 2021 dan 335 kasus pada tahun 2022.
Kondisi ini menunjukkan tantangan besar dalam pengendalian penyakit TB paru di daerah tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan Dosen Poltekkes Kemenkes Kupang, Yosephina E. S. Gunawan melalui rilis kepada media, Rabu 8/1/25.
Dirinya juga menjelaskan bahwa Pasien TB paru sering menghadapi stigma sosial yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka.
Stigma ini sering kali menyebabkan stres dan depresi pada pasien, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kepatuhan mereka terhadap pengobatan yang diperlukan untuk pemulihan.
Dosen Poltekkes Kemenkes lainnya, Ester Radandima, turut menambahkan bahwa dukungan psikososial dan konseling menjadi sangat penting untuk membantu pasien TB paru, keluarga, dan masyarakat di Kecamatan Pandawai.
Melalui pendekatan holistik yang meliputi edukasi, konseling, dan dukungan komunitas, diharapkan dapat mengurangi stres, meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, dan mengurangi stigma yang ada.
Solusi yang diusulkan dalam pengabdian masyarakat ini mencakup edukasi tentang TB paru serta pencegahan penularannya, pelatihan kader kesehatan dan konseling yang disesuaikan dengan budaya lpsikososi.
Pernyataan serupa juga disampaikan, Veronika Toru yang juga sebagai Dosen Poltekkes Kemenkes Kupang, menurutnya, meningkatnya pengetahuan melalui edukasi,pelatihan dan konseling pada pasien, keluarga dan masyarakat dalam proses pemulihan pasien diharapkan dapat mengurangi stigma, memperkuat dukungan sosial, membantu pasien mencapai kesembuhan, serta berkontribusi pada pengendalian TB.
“Kegiatan pengabdian masyarakat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasien, keluarga, dan komunitas serta dukungan keluarga dan komunitas sebagai sistem pendukung pasien dalam program pengobatan TB”. Jelasnya.
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan dukungan yang berkelanjutan pada pasien TB sehingga program pengobatan dapat terlaksana secara optimal serta berkontribusi dalam pengendalian TB secara global.
“Pada pengabdian kepada masyarakat, tim melakukan edukasi melalui penyuluhan kesehatan dan distribusi materi edukasi, konseling pada penderita TB Paru dan keluarga serta kelompok/keluarga, dukungan Komunitas melalui pembuatan jadwal pertemuan rutin bulanan untuk berbagi informasi dan pengalaman, merencanakan kegiatan edukasi-sosialisasi serta dilakukan pelatihan kader kesehatan”. Ucap Veronika.
Sementara itu, dosen Poltekkes Kemenkes Kupang lainnya, Antonetha R. Hunggumila, juga turut memberikan pandangannya.
Menurutnya, Pembentukan kelompok dukungan komunitas, peserta yang ikut adalah masyarakat Desa Palakahembi yang terdiri dari penderita TB Paru, keluarga, kader kesehatan, tokoh masyarakat, aparat desa dan pendamping minum obat (PMO).
“Hasil pengabmas ditemukan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan tentang penyakit TB Paru pada seluruh peserta kegiatan terjadi peningkatan nilai rata-rata 97,5 persen”. Ungkapnya.
Hasil pelatihan kader peduli TB, Tambah Antonetha, menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan kader dalam pengawasan PMO dan motivasi pasien.
Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, kader dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengendalian TB di tingkat keluarga.
Untuk memastikan dampak berkelanjutan, diperlukan monitoring dan pelatihan lanjutan secara berkala oleh petugas kesehatan di fasilitas kesehatan yang berada diwilayah kerja Kecamatan Pandawai Desa Palakahembi, tambah Umbu Putal Abselian, yang juga dosen Poltekkes Kemenkes Kupang.
Tambahnya, pada tahap konseling terlihat keberhasilan klien dalam mengambil keputusan dan menjelaskan bahwa klien harus dapat mengevaluasi diri sendiri, meliputi membantu untuk mengembangkan kepercayaan diri dan yakin bahwa pengobatan akan berhasil, dan memastikan kembali imformasi yang diperoleh dapat dipahami dengan baik oleh klien dengan meminta kembali klien mengulangi informasi yang sudah disampaikan. (MN)